Kepada Yth. Hasto Kristiyanto

Kamar no. 818

Faks.031 5661570

KENAIKAN HARGA KERTAS BUKTI LEMAHNYA KONTROL PEMERINTAH

Maret 2008 harga kertas masih berada pada Rp 6.500 per kilogram. Namun pada April 2008 mengalami kenaikan sebesar 14 persen yaitu menjadi Rp 8.000 per kilogram.

Harga kertas Koran 800 US dolar Per ton sejak April 2008, naik 95 dolar. Harga ini mengikuti harga kertas di Malaysia 820 dolar dan Eropa 850 dolar perton.

Sebagian besar pabrik kertas di Amerika Utara dan Eropa tutup yang berkapasitas 50% kebutuhan kertas dunia. Hal ini disebabkan pabrik tersebut merugi sejak kuartal I 2007 dan berlanjut. Kelangkaan pulp dan kenaikan harga minyak dunia adalah salah satu penyebabnya. Juga pabrik kertas Koran Norse di Norwegia yang melakukan restrukturisasi karena bahan baku dan energy.

PT Aspex Kumbong memproduksi kertas 770ribu ton, kebutuhan kertas dalam negeri 300ribu.

PT Aspex Kumbong memproduksi kertas Koran 35ribu ton. 8000 ton dijual

di Indonesia. Indonesia butuh kertas Koran 17ribu ton.

Perusahan yang meproduksi kertas Koran Adi Prima (grup Jawa Pos) 120ribu/ton tahun

Gede Karang (gruo Pos Kota) 36ribu ton/th.

Leces (90ribu ton)

Suparma (36ribu ton)

Surabaya Agung (40ribu ton) Tulung Agung (24ribu ton)

Pihak Aspex akan melakukan roadshow ke surat kabar dan menawarkan harga, hal ini akan memunculkan harga tidak sehat dan tidak seragam, kendati trhadap SPS dipatok 800 dolar/ton

Kenaikan harga kertas dipicu antara lain kenaikan harga bahan baku bubur dan pulp. Produksi pulp di Indonesia turun, dipicu ketidak jelasan pembalakan hutan.

Harga pulp tiga bulan terakhir di China 750dolar/ton, di pasar dalam negeri 650 dolar/ton.

Selain itu PPN juga membebani surat kabar: yaitu masih 10%. Selama ini surat kabar harian member subsidi pada pembeli dan pembaca Koran.

Pembebasan pajak atas kertas Koran dilakukan di India dan China. India dan China pertumbuhan surat kabar pesat, kebutuhan demand pulp lebih besar dari supply. Hal ini mempengaruhi pasaran dunia, yang juga menjadi peluang bagi produksi kertas Koran Indonesia.

Untuk itulah SPS mengupayakan amandement UU PPN No.18 Tahun 2000, dengan tuntutan penghapusan PPN kertas Koran dan kertas untuk cetak buku pengetahuan.

Ada dugaan terjadi praktek monopoli dan mengutamakan ekspor. Produsen kertas terbesar Aspex Kumbong ditengarai memonopoli. Aspex Kumbong supplier kertas yang memproduksi rata-rata kertas 35ribu ton per bulan, tetapi hanya 8 ribu ton untuk pasar dalam negeri, selebihnya di eskpor (karena harga ditingkat Internasional terus naik), sedangkan kebutuhan kertas Koran dalam negeri 17 ton/bulan. Aspex Kumbong adalah PMA Korea yang memproduksi kertas Koran kualitas 1 untuk mayoritas surat kabar di Indonesia

Realitas bahwa produksi kertas di Indonesia lebih murah dibanding di negara lain, sehingga harga kertas pun lebih murah. Namun karena hal tersebut lu, tiga perusahaan kertas kelompok usaha PT Sinar Mas Tbk yakni PT Lontar Papyrus, PT Pindo Deli, dan PT Univenus dituduh otoritas antidumpung Australia melakukan tindakan dumping.

Sinar Mas tercatat sebagai produsen kertas terbesar di Asia. Kelompok usaha ini memiliki lima perusahaan kertas yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli, PTLontar Papyrus, dan PT Univenus .

Industri kertas dan surat kabar (buku) masih rendah expansinya. Sehingga sulit untuk mencari keuntungan pada industry ini. Untuk itu permintah harus member insentif agar industry ini bisa hidup, dengan memberikan fasilitas penghapusan pajak. Agar industry ini dapat memproduksi buku murah koran, dan member akses rakyat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Buku-impor yang bebas pajak: buku ilmu pengetahuan (buku teks pokok, penunjang, kepustakaan)yang digunakan di sekolah resmi (tk, sd, sltp, slta, pendidikan luar sekolah, pendidikan keagamaan) sesuai Keputusan Menteri Keuangan 353/KMK.03/2001, sedangkan novel dan buku hiburan lainya (komik) tidak termasuk dalam kateogri buku pelajaran umum

Gambaran produksi Koran

Harga kertas Koran sekarang Rp.8000/kg

Terbit 24 halaman

Butuh 6 lembar kertas Koran

Tiap lembar 22 gram

1 Eksemplar surat kabar butuh 132 gram atau Rp.1026

Ongkos cetak Rp.960/eksemplar

Biaya kertas dan cetak satu suratkabar Rp.2.010/eksemplar belum termasuk biaya redaksi,administrasi pemasaran dll

Pendapatan iklan Koran hanya 27 % dibanding televise 29%

Penghapusan PPN atas kertas Koran dan kertas buku pelajaran

Pro Penghapusan PPN penjualan surat kabar

Kontra Penghapusan PPN

Industri kertas Indonesia mencukupi kebutuhan dalam negeri, tidak ada alasan

Akan membuka peluang munculnya tuntutan pada produk lainnya

Karena industri Koran sedang merugi

Agar tidak kena tuduhan dumping oleh negara lain

Bertentangan dengan UU No.18 tentang PPN

Mengurangi sumber penerimaan pajak

Surat kabar harian di Indonesia masih mensubsidi pembeli

Penetapan no tax for knowledge dapat menjadi prinsip bagi peniadaan pajak untuk produk kertas bagi ilmu pengetahuan dan koran

Memasukan surat kabar dan kertas Koran (bahan baku surat kabar) sebagai BTKP Barang Tidak Kena Pajak akan menstimulus pembelian dan peningkatan minat baca

Harga kertas murah akan membuat harga buku murah

Membuka akses masyarakat meningkatkan wawasan dan menambah ilmu pengetahuan

Prinsip jangka panjang proteksi dan dukungan negara atas ilmu pengetahuan dan akses ilmu pengetahuan

Tidak ada audit produksi pulp, sehingga kenaikan harga kertas secara sepihak tidak bisa diterima

Indonesia semakin kalah bersaing dengan India dan China yg industry berkembang pesat, sehingga demand (pulp dan kertas) lebih tinggi dari supply

Pemerintah belum punya sistem perlindungan pada industri percetakan local, Penghapusan PPN adalah starter.

Press Release
Fraksi PDI Perjuangan DPR RI
“Dampak Ekonomi Akibat Banjir di Jawa, Ancaman Ketahanan Pangan Nasional”

Pemerintah mengklaim dapat memulihkan ekonomi rakyat korban banjir dalam waktu dekat, faktanya tidaklah semudah itu. Secara riil akibat banjir berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional. Di Ngawi saja, sebagai salah satu lumbung pangan terdapat 5500 hektar sawah terendam, 22000 rumah teredam dan 4000 hektar puso. Banjir berpotensi menimbulkan kerawanan pangan, dengan hilangnya 1,5 juta ton gabah kering. Di Jawa Timur saja, 42000 hektar sawah terendam, dari jumlah tersebut 23000 puso. Sedangkan perkiraan produksi gabah pada bulan Oktober-Desember saja meleset 450000 hektar. Itulah fakta ancaman ketahanan pangan nasional.

Pemerintah juga menyatakan stok beras aman hingga tahun 2008. Kami mempertanyakan aman dalam bentuk apa. Apakah aman berarti membuka keran impor beras seluas-luasnya, dengan menurunkan bea masuk beras.

Sehubungan dengan kejadian dan fakta tersebut, PDI Perjuangan menyampaikan sikap terkait ketahanan pangan yang diakibatkan banjir sebagai berikut:

1. Mendesak Pemerintah bertindak dan membuat keputusan ekonomi dalam mengatasi banjir agar tidak menimbulkan kerawanan sosial, dan rakyat semakin terpukul. Keputusan politik ekonomi dilaksanakan dengan APBN untuk pertanian ditambah. Agar insentif diberikan sehingga petani korban banjir mendapat jaminan untuk terus berproduksi dan lepas dari krisis.
2. Meminta pemerintah untuk melakukan langkah-langkah segera dan tepat guna dalam mengatasi dan mengantisipasi bencana dengan:
a. Bersikap tegas dan membuat keputusan politik untuk menanggulangi bencana dengan segera membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana beserta unit-unit pelaksana dan Badan Nasional Penanggulan Bencana Daerah, dan memasukkan program mitigasi sebagai satu kesatuan program melalui simulasi. Pemerintah secara legal telah mendapat mandat dari UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana untuk membentuk BNP.
b. Meninjau ulang Strategi Pembangunan Nasional dengan mempertimbangkan resiko bencana yang mungkin terjadi.
c. Berani mengambil langkah politik ekonomi melalui APBN-P yang dimaksudkan untuk memperkuat mitigasi bencana sekaligus memberi dorongan pada rakyat untuk tetap berproduksi, setidaknya agar ada keamanan cadangan pangan.
d. Menggunakan dana APBN untuk membantu Daerah terkena bencana agar mereka dapat mencapai target produksi pangan tahun 2008.
e. Menerapkan Politik Ekonomi dengan Pembangunan Ramah Lingkungan melalui pengamanan daerah aliran Sungai, penghijauan kembali, serta penyusunan strategi moratorium konversi lahan dan moratorium penebangan hutan.
3. Meminta pemerintah untuk mengkordinir manajemen bencana dengan tidak mengedepankan ego sektoral, tapi kerjasama lintas sektoral. Sehingga bencana tidak sekedar pertunjukkan kemanusiaan dan berpotensi menghambat pembentukkan BNP.
4. Meminta agar Pemerintah Pusat menghentikan politik ceremonial mengunjungi Daerah bencana, yang berpotensi menghambat proses antisipasi dan penyelamatan korban bencana, karena pemerintah daerah sibuk menjamu tamu dari pusat.
5. Meminta pemerintah berhenti mengelabui rakyat melalui penyampaian data-data pangan dan slogan politik tentang pertanian, sementara di tingkat anggaran masih terbatas.

Jakarta, 15 Januari 2007

PRESS RELEASE
FRAKSI PDI PERJUANGAN DPR RI
“KELANGKAAN KEDELAI: BUKTI LEMAHNYA KEDAULATAN PANGAN”

Menanggapi langkanya kedelai sebagai bahan baku yang ditandainya dengan kenaikan harga kedelai hingga mencapai 300%, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI berpendapat bahwa kelangkaan tersebut adalah bukti lemahnya kedaulatan pangan Indonesia. Kedaulatan pangan adalah pilar kedaulatan ekonomi Indonesia.

Kelangkaan kedelai tersebut menyebabkan terancamnya industri tahu tempe dan industri berbasis kedelai lainnya, khususnya sektor usaha kecil menengah yang tidak memiliki kekuatan untuk membendung kenaikan yang terjadi. Akibat lebih lanjut adalah jutaan pengusaha tahu tempe sektor usaha kecil menengah terancam bangkrut.

Sehubungan dengan hal tersebut, Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak pemerintah untuk menegaskan keberpihakan politik kepada petani sebagai langkah penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan dalam pengertian luas. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah harus mengusulkan RUU Perlindungan Petani yang antara lain memberikan penjaminan terhadap stabilitas harga guna menjamin keuntungan bagi petani.
2. Meminta pemerintah untuk melakukan langkah-langkah segera dan tepat guna mengatasi kenaikan harga kedelai dan kelangkaan kedelai sebagai bahan baku industri tahu tempe, dengan mendesakkan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Membuat tata niaga baru kedelai dengan menolak liberalisasi kedelai; tataniaga distribusi kedelai dengan melibatkan koperasi; menurunkan harga kedelai secara singkat dengan menerapkan penghapusan bea masuk dan PPN bagi usaha di industri tahu tempe, khususnya bagi pelaku usaha kecil; Penerapan bea masuk dan pembebasan PPN ini bersifat sementara sebagai peredam bergejolaknya harga, yang kemudian ditinjau sejalan dengan kenaikan produksi kedelai oleh petani Indonesia.
b. Menggunakan dana cadangan APBN untuk mendorong peningkatan produksi kedelai dengan memberikan insentif bagi petani.
c. Bekerja sama dengan pemerintah daerah guna menjamin peningkatan produksi kedelai
d. Melakukan operasi pasar guna mencegah penimbunan kedelai yang bermotif pemburu rente
e. Mengusulkan penguatan status Bulog sebagai infrastruktur penting untuk stabilitas harga dan infrastruktur logistik pangan
f. Meminta pemerintah untuk melakukan revisi APBN guna mewujudkan ketahanan pangan, termasuk peningkatan produksi kedelai.
3. Mendesak pemerintah untuk meninggalkan mentalitet impor untuk produk pangan dan merancang program peningkatan produksi pangan untuk mencapai kedaulatan pangan.

Jakarta, 14 Januari 2008

DATA-DATA
 Awal Januari 2008 harga kedelai eceran dan sekarang menjadi Rp. 7.500/kg
 Insentif jaminan harga seharusnya diberikan minimal harga kedelai ditingkat petani Rp.4.500 per kg (versi pemerintah). Harga dasar versi petani 5.500
 Impor kedelai tahun 2007 adalah 1.3 ton dari kebutuhan 1.9 ton (70% impor).
 Produksi kedelai Indonesia tahun 2007 hanya 600.000 ton dan ditargetkan tahun 2008 naik sebesar 20%.

JALAN KERAKYATAN PARTAI OPOSISI
Hasto Kristiyanto *)

Demokrasi politik dan demokrasi ekonomi menempatkan kedaulatan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sehingga seluruh keputusan politik HARUS bisa diukur keterkaitannya dengan penyelesaian persoalan pokok rakyat seperti kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan, dan pengangguran. Demokrasi adalah jalan kerakyatan, bukan elit kekuasaan, sehingga tugas oposisi harus menjadi bagian dari sistem koreksi terhadap kebijakan yang merugikan kepentingan rakyat dan menjadi sistem solusi alternatif kebijakan yang menguntungkan rakyat (pro rakyat ).

Penegasan posisi politik PDI Perjuangan sebagai Partai oposisi adalah keputusan strategis untuk mengawal peningkatan kualitas demokrasi untuk kesejahteraan rakyat. Posisi tersebut sekaligus konsekuensi terhadap pentingnya akuntabilitas Presiden dan Wakil Presiden atas janji-janji kampanye yang merupakan kontrak politik dengan rakyat. Karena itulah posisi politik PDI Perjuangan untuk menjadi partai oposisi hendaknya dilihat sebagai niatan baik (strategic intent) untuk mendorong transisi demokrasi prosedural menjadi substansial. Sebaliknya, posisi the ruling Party merupakan tugas terhormat sejauh memiliki konsistensi sikap antara Pemerintah dengan Partai yang menyatakan dirinya mendukung Pemerintah. Eksistensi Partai oposisi dan Partai pendukung pemerintah membentuk check and balances dan dalam tradisi demokrasi yang memperdebatkan kualitas keputusan politik untuk rakyat, maka diantara keduanya harus berkompetisi pada konsistensi dan kualitas keputusan politik, bukan pada persaingan memperebutkan kekuatan kapital yang terlalu sering nampak di permukaan. Buktinya, dibalik proyek ambisius pembangkit tenaga listrik 10.000 MW sangat kental tersembunyi kepentingan bisnis di seputar kekuasaan, sehingga negara harus campur tangan memberikan penjaminan. Hak guna usaha untuk korporasi dapat diberikan dengan jumlah 95 tahun dan diperpanjang dimuka sekaligus, sementara petani kian menyusut lahan pertaniannya. Kehadiran hypermall tanpa ketegasan aturan main hanya membiarkan tradisi penghisapan kepemasok melalui perjanjian dagang (trading terms) yang tidak adil dan mematikan pasar tradisional. Bahkan pengadaan bibit unggul untuk petani diwarnai konflik kepentingan disekitar kekuasaan pemerintahan sehingga bibit diterima setelah melewati masa tanam, meskipun pengadaan telah dilakukan melalui penunjukkan langsung.

Tradisi baru
Apa yang dilakukan PDI Perjuangan dengan menyampaikan Laporan Kepada Rakyat terhadap keputusan yang diambil oleh Fraksi PDI Perjuangan (lihat website http://www.fpdiperjuangan.or.id) harus dilihat sebagai tradisi baru untuk menjawab tuntutan akuntabilitas publik. Pencermatan atas seluruh sikap fraksi tersebut sekurang-kurangnya menggambarkan tiga agenda strategis Partai. Pertama, penyelengaraan kekuasaan negara harus didorong untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam bentuk negara kesejahteraan yang ber-roh-kan kerakyatan ini, maka fungsi dasar negara tidak boleh dikomersialkan; Kebijakan politik anggaran harus ditandai oleh public spending yang lebih besar dari belanja aparatur; dan bekerjanya sosial security system untuk melindungi masyarakat hingga yang paling marginal. Selain itu, kebijakan subsidi tetap diberikan dengan ciri-ciri yang edukatif, pemberdayaan, dan menjamin tepat sasaran sehingga memperkuat fondamen rakyat untuk tumbuh dan berkembang. Kedua, mendesaknya agenda penguatan kedaulatan bangsa, yang sekurang-kurangnya mencakup kedaulatan pangan, energi, keuangan dan kedaulatan pertahanan dan keamanan. Persoalan kedaulatan adalah hal yang sangat prinsipil, strategis, bahkan Ideologis, dan secara konsisten namun elegan, Fraksi PDI Perjuangan mengkritisi kebijakan pemerintah terkait masalah-masalah tersebut, melalui mekanisme yang ada di DPR RI. Ketiga, mempelopori konsolidasi demokrasi, dengan menempatkan skala prioritas untuk mewujudkan sistem pemerintahan presidensiil yang lebih efektif dan lebih directive di dalam meresponse berbagai persoalan bangsa dalam sistem multi partai sederhana melalui cara-cara yang demokratis. Ketiga muatan strategis di atas sangat nampak sebagai benang merah dari seluruh substansi laporan kepada rakyat Fraksi Oposisi DPR RI pada masa persidangan IV tahun sidang 2006-2007.

Kritik dan otokritik
Disadari bahwa tugas sebagai Partai Oposisi masih menemui banyak hambatan, baik dari budaya demokrasi yang masih tabu terhadap sikap oposan, maupun keterbatasan sumber daya internal partai untuk menyampaikan kebijakan alternatif yang lebih pro rakyat. Maka kritikan yang diberikan atas laporan itu terlihat belum kuatnya relasi politik anggaran dengan kebijakan alokasi anggaran. Namun ini mungkin masalah waktu, mengingat kesempatan emas akan datang setelah presiden menyampaikan nota keuangan rancangan APBN 2008 pada tanggal 16 Agustus yang akan datang.

Apa yang dilaporkan oleh satu-satunya Fraksi oposisi di DPR RI harus dilihat sebagai keterbukaan untuk dikritik dan melakukan kritik (otokritik). Keduanya harus menjadi instrumen penting untuk meningkatkan kapabilitas Partai dan pendewasaan budaya demokrasi di indonesia. Pertanyaannya, seberapa besar kritik dan otokritik ini menjadi bagian dari kesadaran organisasi kepartaian? Apakah menguatnya golput, isu politik uang diseputar penempatan jabatan-jabatan strategis dan keputusan Mahkamah Konstitusi yang memperkuat legalitas calon individu mampu menciptakan kesadaran untuk melakukan perbaikan secara progresif di internal partai?

Perspektif perbaikan Partai
Laporan partai Oposisi kepada rakyat yang dilakukan Fraksi PDI Perjuangan DPR RI baru menyentuh aspek akuntabilitas publik dan menjadi angin segar demokrasi apabila tradisi ”pertanggungjawaban Partai” tersebut secara sistematis diikuti oleh perubahan perilaku organisasi (organization behaviour), yang sekurang-kurangnya menyangkut perspektif peningkatan transparansi keuangan Partai, hubungan konstituen, rekrutmen anggota dan penempatan kader Partai, resolusi konflik internal partai dan perspektif pengembangan internal dan peningkatan kinerja Partai di parlemen. Selain itu, harus pula dikembangkan etika politik dan konsistensi keputusan dalam berpolitik. Contoh sederhana dari dualisme sikap adalah mereka yang disatu sisi menolak angket ExxonMobil di Blok Cepu atau secara langsung menyetujui penunjukkan ExxonMobil sebagai lead operator dengan mengabaikan berbagai persoalan hukum dan indikasi KKN, namun disisi lain ikut perlombaan paling keras menolak kehadiran George Bush di Bogor pada bulan November tahun 2006 yang lalu. Terhadap sikap yang tidak konsisten ini harus menjadi bagian dari catatan publik untuk mengevaluasi kinerja Partai Politik.

Dengan demikian, apabila semangat kritik dan otokritik Partai ini menjadi tradisi yang dipertanggungjawabkan ke publik, maka politik sebagai the way of life akan semakin mudah diukur kualitasnya: melalui keputusan politik Partai yang berpihak. Bukankah Politik itu keputusan, dan di dalam keputusan itu ada keberpihakan, khususnya kepada mereka yang miskin, dipinggirkan dan diperlakukan tidak adil. Inilah yang harus dibuktikan oleh the rulling party dan the opposition party. Rakyat menunggu ditengah kemiskinan, pengangguran dan praktek kurang tegasnya kepemimpinan di tingkat nasional.

*) Core Group, Forum Politisi. http://www.forum-politisi.org email: hasto1966@yahoo.co.id

PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
TERHADAP
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

Disampaikan Oleh : Hasto Kristiyanto, Ir, MM
Nomor Anggota : A-375

Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam Sejahtera Bagi Kita Semua
Om Swastiastu,

Merdeka !!!

Yang terhormat saudara Ketua dan Para Wakil Ketua DPR RI,
Yang terhormat saudara anggota DPR RI,
Yang terhormat saudara Anggota Panitia Anggaran DPR RI,
Yang kami hormati Menteri Keuangan dan Ketua Bappenas selaku wakil Pemerintah,
Hadirin dan para wartawan yang kami muliakan,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan tugas konstitusi untuk melakukan pembahasan tingkat kedua terhadap RUU tentang Perubahan atas APBN tahun anggaran 2008. Perubahan ini diusulkan oleh pemerintah hanya dalam waktu 45 hari sejak UU no 45 tahun 2007 dinyatakan efektif berlaku pada tahun anggaran 2008. Perubahan ini dipicu oleh ketidakpastian perekonomian global akibat krisis sektor perumahan di Amerika Serikat, kenaikan harga minyak mentah dunia, kenaikan harga komoditas primer dan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Kalau perubahan ini dilihat dari perspektif kedaulatan ekonomi Indonesia, maka nampaklah kebenaran pendapat Joseph Stigliz, pemenang nobel ekonomi, yang mengatakan bahwa sebagian besar kedaulatan negara-negara berkembang telah tercabut akibat kuatnya globalisasi yang didorong oleh bekerjanya fundamentalisme pasar. Bangsa Indonesia pun dihadapkan pada persoalan yang begitu memprihatinkan: antrian rakyat untuk mendapatkan minyak tanah, minyak goreng, kedelai, beras dan kebutuhan pokok lainnya menjadi tampilan kehidupan rakyat sehari- hari.

Fraksi PDI Perjuangan mengajak agar digelorakan kembali semangat gotong-royong. Kami juga mengajak kepada seluruh penyelenggara kekuasaan negara untuk bersama segenap komponen bangsa Indonesia lainnya: memperjuangkan terwujudkan nasionalisme kerakyatan yang berangkat dari gagasan besar Bung Karno mengenai marhaenisme, pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti. Inilah ide-ide besar mengenai watak ekonomi Indonesia yang menempatkan rakyat sebagai kekuatan produktif-kolektif yang menjadi dasar penciptaan keadilan dan kemakmuran bangsa. Inilah ideologi yang menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan dan dasar legitimasi kekuasaan politik. Sayang, harapan masih jauh dari kenyataan. Rakyat kian menderita karena politik ekonomi yang lebih mengedepankan liberalisasi perdagangan dan pasar modal. Kini rakyat hanya menjadi bagian dari parameter teknis makroekonomi semata!!!

Sidang yang terhormat,
Fraksi PDI Perjuangan menyadari bahwa pembahasan politik anggaran masih mengandung kelemahan sistemik terkait dengan keterbatasan sistem pendukung, staf ahli, pengembangan model ekonomi dan keterbatasan kemampuan simulasi anggaran. Akibatnya pengaruh APBN di dalam mengatasi pengangguran dan memberantas kemiskinan lebih sebagai pendekatan politis. Karena itulah terhadap perubahan asumsi makro ekonomi berupa penurunan target pertumbuhan ekonomi dari 6.8% menjadi 6.4% dan kenaikan inflasi dari 6% menjadi 6.5% harus dicermati dampak sosial politiknya, yaitu berkurangnya harapan rakyat untuk hidup lebih baik. Asumsi makro ekonomi ini bukanlah sekedar perkiraan semata.
Di dalamnya terkandung komitmen, melalui kebijakan fiskal, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang mengedepankan pemerataan, kesejahteraan dan keadilan.
Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi pada APBN 2008 secara politik berarti berkurangnya kesempatan untuk mengurangi tingginya pengangguran dan kemiskinan.

Sidang yang terhormat,
Garis politik Fraksi PDI Perjuangan lebih menekankan pada kualitas pertumbuhan ekonomi yang memperkuat kemandirian rakyat, mendorong terwujudnya keadilan dan pertumbuhan yang ditopang oleh bergeraknya kekuatan produksi rakyat. Inilah hakekat pertumbuhan ekonomi sebagai transformasi kehidupan manusia yang bermartabat bukan transformasi ekonomi semata. Karena itulah, Fraksi PDI Perjuangan berkeberatan terhadap target pertumbuhan yang muluk-muluk, namun rapuh karena topangan defisit yang semakin besar.
Sidang yang terhormat,
Menurut catatan Fraksi PDI Perjuangan, defisit anggaran telah membengkak dari Rp. 14.4 T (0.5% PDB) pada APBN tahun 2005 menjadi Rp. 94.5 T (2.1% PDB) pada APBNP tahun 2008. Melihat ancaman ketidakstabilan fiskal, tradisi berutang yang berkelanjutan dan realitas pertumbuhan ekonomi kembali ditopang konsumsi, maka Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa defisit anggaran yang realistik adalah 1.9% terhadap PDB. Koreksi atas defisit ini didasarkan pada beban pembiayaan yang semakin besar. Lebih-lebih sumber utama pembiayaan diperoleh melalui surat utang negara yang jumlahnya semakin meroket dari Rp. 70.9 T pada tahun 2005 menjadi Rp. 117.8 T pada tahun 2008. Inilah resiko terberat dari APBN-P ini.

Sidang terhormat,
Fraksi PDI Perjuangan tidak menutup mata terhadap dampak terintegrasinya perekonomian global. Hal ini juga terlihat dari gejolak pasar obligasi negara. Dampaknya adalah tingkat imbal hasil obligasi negara yang makin besar dan mencapai 12.2% atau tertinggi sejak tahun 2005.
Fraksi PDI Perjuangan juga berkeberatan atas perlakuan tidak adil yang ditunjukkan pemerintah. Jatuhnya obligasi negara disikapi secara cepat dan terpadu dengan melakukan buy back atas obligasi yang belum jatuh tempo. Pemerintah melakukan langkah cepat untuk membuktikan kredibilitas pasar obligasi, namun pemerintah sangat lambat mengatasi jatuhnya harga komoditas pertanian pada saat panen raya. Inilah contoh ketidakadilan kebijakan!!! Terbukti, pemerintah lebih membela liberalisasi pasar modal dan pasar uang dibandingkan menjaga kredibilitas terhadap rakyatnya sendiri.

Pimpinan, anggota DPR dan wakil pemerintah yang kami hormati,
Mencermati keseluruhan pembahasan RAPBN-P 2008, Fraksi PDI Perjuangan memberikan perhatian terhadap berbagai hal sebagai berikut:
1. Optimalisasi yang dilakukan terhadap penerimaan dalam negeri sebesar Rp. 53.6 triliun rupiah harus dilihat sebagai upaya untuk menyelamatkan penerimaan negara. Penambahan penerimaan negara ini sekaligus sebagai pengaman target pertumbuhan ekonomi. Kini tidak ada alasan lagi atas tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi versi pemerintah tersebut.
2. Berkaitan dengan paket kebijakan stabilisasi harga pangan, Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa langkah konkrit yang dilakukan pemerintah dengan mengurangi beban pajak terhadap komoditas pangan, seperti kebijakan PPN terigu yang ditanggung pemerintah sebesar Rp. 0.5 T dan PPN gandum sebesar Rp. 1.4 T serta penurunan bea masuk impor beras, kedelai, gandum dan terigu adalah langkah pragmatis jangka pendek. Upaya melakukan koreksi total atas politik pangan harus dilakukan. Ketergantungan yang begitu besar atas produk pangan impor oleh negara agraris seperti Indonesia adalah bukti kegagalan politik pangan yang membawa korban pada petani dan rakyat kecil. Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar peningkatan kemandirian pangan, peningkatan nilai tukar petani dan peningkatan jumlah tenaga kerja menjadi bagian dari asumsi dan tolok ukur kinerja pemerintah. Waktu yang tersedia makin pendek. Tidak ada jalan lain, kecuali memperbaiki secara menyeluruh politik kedaulatan pangan Indonesia. Kalau hal ini tidak segera dilakukan, PDI Perjuangan mengkhawatirkan, gugatan rakyat yang telah lelah antri menjadi kian membesar.
3. Evaluasi terhadap penerimaan migas disimpulkan bahwa dengan dimasukkannya koreksi penerimaan negara yang berasal dari koreksi cost recovery Pertamina sebesar US $ 1,2 milyard (ekuivalen Rp. 10.8 T) dari nilai koreksi total sebesar US $ 2.2 miliar, semakin memperkuat pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan cost recovery. Fraksi PDI Perjuangan mendukung audit dengan tujuan tertentu oleh BPK dan meminta BPK untuk merekomendasikan pihak yang bertanggung jawab atas kekeliruan perhitungan cost recovery tersebut. Sudah saatnya, agar praktek mark-up cost recovery dihentikan dengan segera. Sudah saatnya penertiban aparatur yang berkolusi untuk memperbesar cost recovery ditindak. Sudah saatnya dilakukan renegosiasi kembali atas kontrak-kontrak migas yang diindikasikan merugian keuangan negara.
4. Berkaitan dengan membengkaknya subsidi BBM dari Rp. 45.8 T pada APBN 2008 menjadi Rp. 126.8 T, Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa kebijakan pemberian subsidi yang hanya didasarkan oleh besarnya selisih antara harga patokan dengan harga subsidi dapat menjadi ”jebakan subsidi” jika tidak disertai peningkatan efektifitas dan akuntabilitas subsidi. Sistem pendukung pelaksanaan subsidi seperti ketersediaan data penduduk penerima subsidi dan transparansi sistem manajemen subsidi adalah syarat pokok akuntabilitas kebijakan subsidi. Disisi lain, upaya memerangi kebocoran penerimaan negara dari sektor migas, dan sistem produksi dan distribusi yang dikuasai segelintir orang harus dirombak dengan dukungan komitmen, ketegaran dan ketegasan kepemimpinan nasional.
5. Berkaitan dengan kenaikan subsidi listrik dari Rp. 29.8 T menjadi Rp. 60.3 T, Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan pemerintah terhadap ancaman ketersediaan listrik akibat keterbatasan ruang gerak PLN di dalam melakukan diversifikasi energi. Selain struktur keuangan yang kurang sehat di PLN, hal ini juga disebabkan karena penguasaan pasar distribusi gas, BBM dan Batubara yang semakin jauh dari campur tangan negara. Bahkan seluruh sistem suplai energi Indonesia pada substansinya telah dikendalikan oleh mekanisme pasar yang merebut kedaulatan energi kita.
6. Berkaitan dengan katub pengaman anggaran seperti cadangan resiko fiskal sebesar Rp. 4.2 T untuk antisipasi kenaikan harga minyak mentah menjadi US$ 100/barel; Cadangan kenaikan realisasi lifting minyak dengan basis 927.000 bpd; Potensi kenaikan penerimaan dari koreksi perhitungan depresiasi Pertamina; dan Cadangan umum sebagai antisipasi tidak efektifnya program smart card sebesar Rp. 4.1 T. Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa pemberian katub pengaman tersebut dapat menjadi ”senjata ampuh” untuk menghadapi ketidakpastian global. Keampuhan penggunaan cadangan pengaman ini terhadap tercapainya seluruh target asumsi makro ekonomi adalah ujian dan pertaruhan kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
7. Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan bahwa Belanja Negara Tahun 2008 sebesar Rp 989.3 triliun dibandingkan dengan Rp. 509.6 T pada tahun 2005 masih menghadapi problem struktural berupa koordinasi, ketidaktepatan program dan rendahnya multiplier ekonomi. Aliran dan pusat perputaran dana masih berada di kota-kota besar yang telah menjadi bagian dari jejaring aliran uang global tanpa batas kedaulatan negara. Karena itulah Pemerintah dituntut untuk melakukan penghematan pengeluaran belanja Pemerintah dan mendorong aliran keuangan hingga ke desa-desa dalam sistem ekonomi yang sehat. Setiap pengeluaran harus memiliki keterkaitan dengan peningkatan pelayananan publik, pengentasan kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja bagi rakyat.
8. Berkaitan dengan alokasi anggaran belanja ke daerah dalam tahun 2008 sebesar Rp292.6 T atau naik dari Rp. 12.6 T dari APBN 2008, Fraksi PDI Perjuangan meminta pemerintah agar kenaikan alokasi transfer ke daerah tersebut benar-benar dilakukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah, meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah serta untuk mempercepat kesejahteraan rakyat. Pemerintah hendaknya menyiapkan sistem insentif bagi daerah-daerah yang berhasil mengurangi kesenjangan fiskal oleh pertumbuhan sektor riil di daerah.

Berkaitan dengan alokasi belanja lain-lain yang cenderung meningkat dari Rp 21 T pada tahun 2005, menjadi Rp 66,6 T pada tahun 2008, guna meningkatkan akuntabilitas anggaran, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan suatu nomenklatur yang lebih jelas atas belanja lain-lain ini, yang kemudian dimasukkan dalam struktur belanja APBN.
Saudara Pimpinan dan Rekan-rekan Anggota Dewan Yang Terhormat,
Saudara Menteri Keuangan beserta jajarannya yang terhormat, dan
Para Hadirin yang berbahagia

Berdasarkan pertimbangan di atas dan sebagai bentuk penghargaan atas mekanisme pembahasan serta memerhatikan kepentingan nasional, maka Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyatakan dapat menyetujui dengan berbagai catatan di atas: “Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Atas UU no 45 tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008” untuk disahkan menjadi Undang-undang.

Demikianlah pendapat akhir Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI. Kita memiliki modal sosial untuk bangkit. Kita bisa menjadi bangsa yang bermartabat dan mampu mengelorakan kembali semangat gotong royong guna mewujudkan kedaulatan di bidang politik, keberdikarian di bidang ekonomi dan menjadi bangsa yang berkepribadian di bidang kebudayaan. Inilah cita-cita yang selalu relevan untuk terus menerus kita perjuangkan!!! Inilah jalan ideologi yang dipilih oleh PDI Perjuangan!!!
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Merdeka !!!
Jakarta, 10 April 2008

PIMPINAN
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Ketua, Sekretaris,

TJAHJO KUMOLO BAMBANG WURYANTO
A – 340 A – 344

PEMANDANGAN UMUM

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP

 

RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 2008 BESERTA NOTA KEUANGANNYA

Disampaikan Oleh :Ir. Hasto Kristiyanto, MM

Nomor Anggota : A-375

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam Sejahtera Bagi Kita Semua

Om Swasti Astu,

Merdeka !!!

Yang terhormat saudara Ketua dan Para Wakil Ketua DPR RI,

Yang terhormat saudara anggota DPR RI,

Yang terhormat saudara Anggota Panitia Anggaran DPR RI,

Yang kami hormati Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah.

Hadirin dan para wartawan yang kami muliakan,

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan tugas konstitusi untuk membahas RAPBN tahun 2008 sebagai bentuk pelaksanaan fungsi anggaran DPR RI. Pembahasan ini ditengah momentum peringatan hari kemerdekaan negara Republik Indonesia yang ke 62. Suatu momentum politik untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka dalam suatu philosophy gronslag, di atas mana negeri Indonesia didirikan dengan paham kebangsaan, internasionalisme atau kemanusiaan, persatuan Indonesia, musyawarah mufakat dan ketuhanan yang berkebudayaan.

Inilah momentum politik untuk melakukan koreksi atas penyelewengan cita-cita Proklamasi. Inilah momentum politik untuk mewujudkan kemerdekaan yang sebenar-benarnya bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya rakyat marhaen yang masih sering diperlakukan tidak adil, dibodohkan oleh sistem yang berpihak kepada pemegang modal serta dimiskinkan oleh ketidakadilan penggunaan dan distribusi sumber daya ekonomi bangsa.

Sidang yang terhormat,

Pembahasan politik anggaran menuntut kesadaran untuk mengubah nasib rakyat. Muara dari politik anggaran sangatlah sederhana: bagaimana menjadikan APBN sebagai kebijakan strategis untuk membuat rakyat bekerja!!!. Namun hal yang nampaknya sederhana ini, begitu sulit diwujudkan realisasinya selama 3 tahun terakhir. Karena itulah Fraksi PDI Perjuangan menetapkan bahwa kriteria utama kinerja sistem perekonomian Indonesia diukur dari kemampuannya mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan menjadikan sektor ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti pertanian, kelautan dan sektor primer lainnya sebagai kekuatan utama perekonomian Indonesia. Sedangkan terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mutlak dikuasai negara.

Pimpinan dan anggota Dewan yang kami hormati,

Hadirin yang kami muliakan,

Fraksi PDI Perjuangan di dalam politik anggarannya menyatakan bahwa penyelengaraan kekuasaan negara harus didorong untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam bentuk negara kesejahteraan yang ber-roh-kan kerakyatan ini, maka fungsi mendasar negara tidak boleh dikomersialkan; Kebijakan politik anggaran harus ditandai oleh belanja publik yang lebih besar dari belanja aparatur; dan bekerjanya sistem jaminan sisial untuk melindungi masyarakat hingga yang paling marginal. Selain itu, kebijakan subsidi tetap diberikan dengan ciri-ciri yang edukatif, pemberdayaan, dan menjamin tepat sasaran sehingga memperkuat fondamen rakyat untuk tumbuh dan berkembang. Agenda tersebut harus berorientasi pada penguatan kedaulatan bangsa, yang sekurang-kurangnya mencakup kedaulatan pangan, energi, keuangan dan kedaulatan pertahanan dan keamanan.

Sidang yang terhormat,

Atas dasar pertimbangan di atas, dengan seksama kami mencermati Pidato Kenegaraan Presiden RI serta keterangan pemerintah atas RAPBN 2008 beserta nota keuangannya. Berikut ini adalah garis besar sikap Fraksi PDI Perjuangan:

Pertama, terhadap politik anggaran

Fraksi PDI Perjuangan DPR RI menyesalkan bahwa pelaksanaan politik anggaran hingga tahun ke tiga Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla hanya mengakibatkan peningkatan belanja negara yang ofensif, namun kualitas pertumbuhan ekonomi rendah dan membesarnya defisit anggaran yang mengancam stabilitas fiskal. Kenaikan akumulasi belanja negara lebih kurang Rp. 325 trilyun rupiah sejak tahun 2004 hingga akhir tahun 2007 gagal mengatasi persoalan pokok rakyat. Karena itulah Fraksi PDI Perjuangan meminta agar seluruh pembahasan APBN 2008 diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dan keberpihakan kepada rakyat kecil. Politik Ekonomi ini nampak semakin kuat diselewengkan. Penunjukkan ExxonMobil, kasus Lumpur Lapindo dan Usulan perubahan alokasi dana Penjaminan pembebasan lahan untuk jalan tol sebesar Rp. 2 trilyun melalui Badan Layanan Umum untuk dipindahkan ke APBN adalah bukti kuatnya lobby korporasi mengalahkan prinsp demokrasi ekonomi. Atas dasar hal itulah kami menolak penjaminan negara untuk pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW. Penjaminan kepada korporasi, tanah untuk korporasi, sumber daya alam untuk korporasi dan Perpu No 1 tahun 2007 adalah bukti kuatnya pengabdian Pemerintahan SBY-Kalla pada pemilik modal dan korporasi. Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa penjaminan negara seharusnya hanya diberikan untuk sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti pertanian, sehingga petani lebih bergairah berproduksi. Kesejahteraan petani adalah rahasia kemakmuran negeri. Karena itulah terhadap hal-hal yang menyangkut ketidakpastian iklim dan permainan pasar yang semakin liberal di sektor pertanian, menuntut penjaminan negara melalui politik anggaran. Inilah makna penggunaan keuangan negara untuk rakyat, sehingga setiap penjaminan negara harus mendapat persetujuan DPR sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 11 ayat 2.

Kedua, terhadap asumsi makro ekonomi

1. Terhadap target pertumbuhan ekonomi sebesarr 6,8%, Fraksi PDI Perjuangan mendesak agar pemerintah belajar dari kegagalan pencapaian target pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya. Dari target pertumbuhan sebesar 6.2% pada APBN 2006 dan kemudian dikoreksi menjadi 5.8% pada APBNP tahun 2006, hanya tercapai 5.48%. Target ini jauh lebih rendah dari target rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6.6% per tahun sebagaimana menjadi janji kampanye Presiden SBY. Saat ini, perkembangan perekonomian global maupun nasional yang belum menentu, iklim investasi dalam negeri yang belum cukup kondusif dan bahkan menurunnya daya beli rumah tangga di pedesaan, dan sektor riil yang belum menjadi tulang pungung pertumbuhan adalah sinyal negatif yang harus diatasi oleh pemerintah. Karena itulah target pertumbuhan sebesar 6.8% adalah optimisme yang berlebihan. Tiga tahun sudah pemerintahan SBY Kalla tidak mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan. Inilah batas kesabaran untuk menyatakan TIDAK terhadap politik ekonomi tebar pesona. Rakyat lebih menghargai pertumbuhan ekonomi yang realistik, namun berkualitas di dalam mengatasi persoalan pokok rakyat!!!

2. Inflasi yang tinggi adalah momok perekonomian dan derita kesengsaraan bagi rakyat kecil. Fraksi PDI Perjuangan sangat setuju terhadap pengendalian inflasi sebagai variabel penting bekerjanya intermediasi perbankan. Realitas saat ini, inflasi dipicu oleh harga minyak yang cenderung naik, tertekannya kurs rupiah akibat persoalan global di Amerika Serikat, dan kenaikan berbagai kebutuhan pokok seperti minyak goreng. Penetapan laju inflasi sebesar 6 persen perlu dibuktikan hasilnya dan diperlukan langkah antisipasi untuk mengurangi derita rakyat apabila inflasi melebihi asumsi yang ditetapkan.

4. Terhadap penurunan SBI 3 bulan menjadi 7,5 persen lebih rendah daripada suku bunga SBI sebesar 8,0 persen dalam RAPBNP tahun 2007 harus dilihat sebagai kebijakan strategis untuk menggerakkan sektor riil, bukan untuk meramaikan spekulasi pasar saham. Merupakan suatu upaya paradoks untuk menurunkan inflasi sekaligus menurunkan suku bunga SBI.

5. Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) direncanakan sebesar US $ 60 ter barel. Sementara itu perkembangan harga minyak mentah dunia masih tidak menentu dan cenderung naik. Terakhir harga tersebut telah mencapai di kisaran US $ 78 per barel. Oleh karena itu, asumsi harga minyak mentah tersebut kurang realistis dan perlu ditinjau kembali.

4. Lifting minyak mentah sebanyak 1, 034 juta barrel per hari, berarti ada peningkatan bila dibandingkan dengan angka lifting dalam APBN Tahun 2007. Kalau asumsi ini dapat terpenuhi, maka diharapkan dapat memberikan dukungan yang positif bagi rencana peningkatan pendapatan.

Berdasarkan uraian yang telah kami sampaikan tersebut di atas, Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan Pemerintah sangat tidak realistis.

Ketiga, terhadap target pendapatan negara

1. Perpajakan

Penerimaan perpajakan yang berasal dari rakyat, mengandung tanggung jawab politik untuk menjadikan pajak sebagai instrumen mengatasi ketidakadilan sosial dan memperbesar tanggungjawab negara di dalam mensejahterakan rakyat. Penyalahgunaan pajak baik dari aspek penerimaan maupun penggunaan adalah kejahatan ekonomi. Bila dibandingkan dengan penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P Tahun 2007 sebesar Rp 489 trilyun maka dalam Tahun 2008 terdapat kenaikan yang cukup signifikan, yaitu sebesar Rp 94 triliun. Fraksi PDI Perjuangan mendesak pentingnya upaya mengamankan penerimaan perpajakan dengan memerangi kejahatan korporasi dengan modus menghindari pajak. Bentuk kejahatan korporasi seperti transfer of pricing, underinvoicing dan modus lainnya harus diminimalkan untuk mengamankan penerimaan negara dari pajak.

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam RAPBN 2008 direncanakan sebesar Rp 175,6 triliun atau 23 persen dari Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp. 761,4 triliun. PNBP mengalami penurunan sebesar Rp 16,2 triliun bila dibandingkan dengan perkiraan dalam RAPBN-P 2007 sebesar Rp 191,9 triliun. Penurunan PNBP ini menunjukkan kurang seriusnya pemerintah di dalam mengatasi kebocoran penerimaan anggaran dari Sumber Daya Alam, khususnya mark up cost recovery dan lemahnya pengawasan PNBP. Atas temuan BPK terhadap penyimpangan cost recovery, fraksi PDI Perjuangan mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan hukum dan melakukan renegosiasi atas kontrak-kontrak migas yang terindikasi terjadinya kejahatan korporasi. Fraksi PDI Perjuangan juga mempertanyakan penurunan penerimaan bagian Pemerintah atas laba BUMN yang menurun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 21,55 triliun. Sedangkan berkaitan dengan PNBP dari sektor pendidikan, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar PNBP dari sektor pendidikan dapat dihapuskan kerana ia merupakan bagian sumbangan masyarakat yang tidak bisa diklaim sebagai pendapatan negara.

Keempat, terhadap belanja negara

1. Pemerintah harus secara konsisten melaksanakan anggaran berbasis kinerja. Langkah ini harus didukung reformasi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan publik, memangkas rantai birokrasi yang tidak memberikan nilai tambah dan mempergunakan hasil penghematan belanja negara dan peningkatan efektivitas belanja untuk meningkatkan kesejahteraan birokrasi.

2. Fraksi PDI Perjuangan berpendapat bahwa alokasi Belanja Negara Tahun 2008 sebesar Rp 836,41 triliun atau meningkat sebesar Rp 90,00 triliun dibandingkan dengan RAPBN-P 2007 masih menghadapi problem struktural berupa koordinasi, ketidaktepatan program dan penyerapan anggaran yang relatif rendah (Perkiraan APBN 2007 daya serap anggaran sebesar 90%). Ditinjau dari kebijakan alokasi anggaran masih mencerminkan kuatnya duplikasi anggaran antar kementrian/lembaga.

3. Terhadap kebijakan Pemerintah untuk memangkas angaran pertahanan, Fraksi PDI Perjuangan menolak rencana pemangkasan anggaran pertahanan tersebut. Hal ini mengingat pentingnya tugas TNI di dalam menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Studi yang dilakukan oleh Fraksi PDI Perjuangan menunjukkan bahwa alokasi anggaran pertahanan Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga di Asean masih jauh dibawah Malaysia. Masih kuat ingatan kita bagaimana harga diri sebagai bangsa terinjak-injak oleh pamer kekuatan bersenjata Malaysia dan Singapore di wilayah perbatasan Indonesia.

4. Fraksi PDI Perjuangan menyayangkan ketidakkonsistenan pemerintah yang masih membuka ruang terhadap penundaan penerapan kebijakan nonholdhamless. Penundaan ini selain bertentangan dengan UU No 33 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga bertentangan dengan prinsip efisiensi berkeadilan dan keseimbangan kemajuan sebagai bagian dari prinsip demokrasi ekonomi.

5. Fraksi PDI Perjuangan mendesak untuk dilakukan penghematan pengeluaran belanja pemerintah pusat yang tidak memberikan dampak di dalam peningkatan pelayanan publik, pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja bagi rakyat. Saatnya pembangunan gedung pemerintah, biaya perjalanan dinas, biaya seremonial dan bentuk pemborosan anggaran lainnya dapat ditekan. Seluruh alokasi belanja harus dikaitkan dengan pencapaian kinerja.

6. Fraksi PDI Perjuangan menghargai atas upaya untuk meningkatkan gaji pokok pegawai negeri sebesar 20%. Kenaikan ini harus diikuti peningkatan kinerja pegawai negari dan harus berjalan simultan dengan program reformasi birokrasi. Namun, kenaikan gaji pegawai ini dikhawatirkan tidak berkelanjutan karena rendahnya multiplier belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi.

7. Terhadap amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20%, Fraksi PDI Perjuangan mencatat tidak adanya political will dari pemerintah. Bahkan rekomendasi DPR RI dan keputusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan anggaran pendidikan 20% hanya dianggap sebagai politik angin lalu. Buktinya usulan alokasi anggaran tahun 2008 justru turun menjadi 10.6% dibandingkan alokasi pada APBN 2007 sebesar 11.8%. Pelanggaran konstitusi ini dibiarkan berlalu, ditengah tuntutan peningkatan kesejahteraan guru. Akankah pelanggaran konstitusi ini dibiarkan? Fraksi PDI Perjuangan setelah memperhatikan aspirasi rakyat, aspirasi para guru melalui PGRI dan ketidakdilan mendapatkan pelayanan pendidikan, maka Fraksi PDI Perjuangan menyatakan MENOLAK rendahnya alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2008.

8. Fraksi PDI Perjuangan menolak klaim pemerintah atas keberhasilan mengurangi angka pengangguran dari 10.4% pada Februari 2006 menjadi 9.8% pada Februari 2007 dan pengurangan angka kemiskinan dari 39.3 juta menjadi 37.2 juta pada tahun 2007. Politisasi atas angka-angka statistik demi pencitraan harus diakhiri!!!

9. Berkaitan dengan Amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat 4 ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”, Fraksi PDI Perjuangan mendesak Pemerintah agar merombak diskriminasi pelayanan kesehatan di rumah sakit umum daerah dengan meniadakan sistem kelas. Semua rakyat mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang sama!!!

Kelima, defisit anggaran

Dalam RAPBN tahun 2008 defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp 75,03 triliun atau 1,7 persen dari PDB. Dalam teori fiskal, kenaikan defisit hanya dibenarkan sejauh memberikan dampak signifikan di dalam penyerapan tenaga kerja. Fraksi PDI Perjuangan MENOLAK kenaikan defisit berlebihan yang mengancam stabilitas fiskal. Lebih-lebih, kenaikan defisit tersebut sebagai akibat kenaikan belanja negara yang belum dijamin efektivitasnya di dalam menciptakan lapangan kerja. Kenaikan defisit juga menuntut kerja keras Pemerintah untuk mencari pembiayaan defisit sebesar Rp. 75 trilyun rupiah. Semakin tinggi defisit anggaran semakin besar utang negara. Ini adalah beban bagi generasi yang akan datang. Kenaikan defisit anggaran ini menjadi bukti keberhasilan Pemerintahan SBY-Kalla menambah Surat Utang Negara (SUN) dari Rp. 35.8 trilyun pada tahun 2006 menjadi SUN (netto) sebesar Rp. 91.6 trilyun pada tahun 2008. Inilah bentuk pengabdian pemerintahan SBY-Kalla pada kaum modal dengan tingkat pengembalian bunga yang semakin besar. Melihat ancaman ketidakstabilan fiskal, dan tradisi berutang tiada henti serta kontribusi pertumbuhan ekonomi yang masih ditandai oleh menguatnya konsumsi, maka sekali lagi Fraksi PDI Perjuangan MENOLAK kenaikan defisit anggaran. Rakyat harus paham bahwa defisit artinya utang dan penjualan aset negara melalui privatisasi. Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan Pemerintah bahwa pembiayaan yang berasal dari privatisasi belum bisa dilakukan mengingat kesepakatan politik yang dijanjikan Presiden SBY hingga saat ini belum dilakukan. Harus dicatat, bahwa divestasi saham PGN pada tahun 2006 yang terlepas dari campur tangan IMF dan privatisasi BNI memperlihatkan kuatnya kepentingan bisnis disekitar kekuasaan. Bahkan tidak tercapainya target privatisasi PGN pada APBNP 2006 yang lalu, yang diindikasikan merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1 trilyun, masih sepi dari tindak lanjut. Hukum hanya berdaya menindak jajaran kepala daerah dan DPRD serta mantan pejabat, namun tidak berdaya terhadap kejahatan kerah putih yang dilakukan oleh para pemegang kapital. Inilah fakta lain dari pemberantasan korupsi yang tebang pilih.

Pimpinan, Anggota Dewan dan wakil Pemerintah yang kami hormati,

Demikian pendapat Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI. Telah tiga tahun rakyat menunggu perubahan untuk sekedar mendapatkan pekerjaan. Rakyat telah menunjukkan kesabaran terbaik ditengah hasrat pengabdian kepada pemegang modal yang semakin memperkuat watak kekuasaan yang kapitalistik. Kini terletak tanggung jawab seluruh wakil rakyat untuk memperbesar tanggungjawab kerakyatannya melalui politik anggaran yang berpihak kepada rakyat.

Inilah momentum politik yang diberikan kepada rakyat, agar demokrasi yang ditampilkan adalah demokrasi untuk kesejahteraan rakyat. Inilah momentum politik untuk mewujudkan kembali semangat Trisakti Bung Karno: berdaulat di bidang politik, berdikari dibidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

Wassalamualaikum Wr . Wb.

Merdeka !!!

Jakarta, 21 Agustus 2008

PIMPINAN

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Ketua, Sekretaris,

TJAHJO KUMOLO BAMBANG WURYANTO

A – 340 A – 344


PENDAPAT AKHIR

FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP

RUU TENTANG PENANAMAN MODAL

Disampaikan Oleh : Aria Bima

Nomor Anggota : A-348

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam Sejahtera Bagi Kita Semua

Om Swasti Astu,

Merdeka !!!

Yang terhormat saudara Ketua dan Para Wakil Ketua,

Yang terhormat saudara Anggota Pansus RUU Penanaman Modal,

Yang kami hormati Menteri Perdangan selaku wakil Pemerintah.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga pada hari ini kita dapat bersama-sama melaksanakan tugas konstitusi. Disinilah seluruh komitmen dan keputusan politik kita diuji untuk mampu menghasilkan peraturan perundang-undangan yang berpihak pada kepentingan nasional sehingga bangsa Indonesia dapat semakin berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

Fraksi PDI Perjuangan DPR RI sejak awal pembahasan menyimpulkan bahwa RUU yang diusulkan pemerintah hanyalah legalisasi atas liberalisasi perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari pemberian kesempatan yang sama bagi penanam modal asing dan dalam negeri, hak dengan bebas melakukan transfer dan repatriasi tanpa adanya rambu-rambu, dan jaminan tidakdilakukan nasionalisasi. Perumusan versi pemerintah tersebut sangatlah berbahaya karena mengaibaikan prinsip-prinsip penyelenggaraan perekonomian sebagaimana diatur UUD 1945 dan TAP MPR No XVI tahun 1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi. Perumusan tersebut justru menempatkan korporasi sebagai kekuatan pelobi kebijakan untuk mempercepat bekerjanya fundamentalisme pasar sebagaimana dikhawatirkan oleh Profesor John Galtung. Thesis ini semakin memperkuat bahwa pemberian fasilitas penanaman modal kepada korporasi tanpa disertai peningkatan kemampuan produksi rakyat akan semakin memperparah kesenjangan ekonomi.

Sidang Yang Terhormat,

Pada kesempatan ini, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI mengingatkan bahwa pembahasan RUU ini masih menyisakan kuatnya pengaruh para pemuja penanam modal asing. Mereka lupa, bahwa potensi sektor informal, pertanian, perkebunan, kelautan dan sektor primer lainnya apabila diberikan legalisasi yang sah menurut hukum ekonomi dan mendapatkan pelayanan birokrasi yang efisien, maka kapitalisasi dari sektor tersebut menurut Hernando de Soto jauh melampaui nilai penanaman modal asing. Pendapat tersebut hendaknya menjadi perhatian serius kita, khususnya atas dampak kerusakan lingkungan, ketidakadilan sistem ekonomi, dan kerusakan modal sosial masyarakat akibat eksploitasi berlebihan dari korporasi besar berkolaborasi dengan kekuasaan yang korup selama lebih dari 32 tahun orde baru. Realitas yang begitu menyedihkan terjadi di Papua, Aceh, Kalimantan, Riau dan daerah sumber kekayaan alam lainnya. Disitulah terjadi praktek-praktek yang mengatas namakan undang-undang no 1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing. Disitulah korporasi yang menelan peradaban manusia justru mendapatkan legalitasnya sehingga temuan Badan Pemeriksa Keuangan atas penggelembungan cost recovery dari sebagian kecil kontraktor pruduction sering menemukan nilai penyimpangan sebesar lebih dari US $ 2 milyard pada tahun 2006. Temuan tersebut menjadi temuan yang sepi dari tindak lanjut.

Sidang yang terhormat,

Setelah melakukan koreksi secara menyeluruh terhadap RUU yang diajukan pemerintah, maka rancangan akhir undang-undang penanaman modal ini menghasilkan hal-hal positif terkait penggantian hak kesempatan yang sama menjadi perlakuan yang sama; pencadangan bagi pengembangan usaha mikro, kecil, menegah dan koperasi; penambahan prinsip ketentuan sebagai pelaksanaan TAP MPR Nomer XVI tahun 1998 dan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi sebagai mana diatur dalam Pasal 33 ayat 4 UUD 1945; penambahan tanggung jawab penamam modal untuk membawa modal yang sah menurut undang-undang dan pentingnya pengalokasian dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi atas pengusahaan sumber daya alam tak terbarukan agar memenuhi kelaykan lingkungan hidup.

Berkaitan dengan fasilits fiskal, Fraksi PDI Perjuangan DPRRI menegaskan bahwa fasilitas fiskal tersebut h anya dapat diberikan kepada penamam modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dan setelah pemerintah membuat produk hukum tentang arah kebijakan industri nasional. Hal ini sebagai koreksi kegagalan pelaksanaan UU No.1 tahun 1967 dimana pemberian fasilitas tidak didasarkan pada suatu kebijakan industri nasional.

Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI juga menambahkan rambu-rambu pemberian hak transfer dan repratiasai, sehingga hak tersebut hanya diberikan apabila TIDAK ADA tanggung jawab hukum yang menjadi kewajiban penanam modal. Selanjutnya penyidik, mentri keuangan atau keputusan pengadilan negeri dapat meminta penundaan hak tersebut apabila terdapat kewajiban hukum yang belum diselesaikan. Dengan demikian Presiden dan Wakil presiden yang telah dipilih langsung oleh rakyat seharusnya TIDAK tinggal diam atas berbagai kejahatan korporasi dan perampasan hak rakyat atas tanah, fasilitas produksi, dan hak atas pekerjaan.

Selain hal tersebut, hal positif lainnya rancangan akhir ini menempatkan pelaku penanaman modal dalam negeri atau anak bangsa menjadi tuan di negerinya sendiri sebagaimana tertuang di pasal 5 ”Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan”, sedangan untuk penanam modal asing untuk mendapat fasilitas harus berbentuk perseroan terbatas.

Pimpinan, anggota dan wakil pemerintah yang kami hormati,

Terobosan juga diambil terkait dengan palaksanaan kegiatan penanaman modal yang dilakukan melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pelayanan terpadu satu pintu ini sebagai koreksi atas kelemahan pelayanan penanaman modal dan kegagalan pemerintah mengatasi ego sektoral dalam RUU yang diajukan.

Sidang yang terhormat,

Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyadari bahwa problematika dasar dari perekonomian Indonesia saat ini adalah ketidakmampuan untuk mengatasi persoalan kronis pengangguran dan kemiskinan. Lemahnya daya saing, ketidakpastian hukum dan ego sektoral serta ekonomi biaya tinggi adalah penyakit investasi. Potret ini juga terungkap dari kajian akademis RUU Penanaman Modal, dimana insentif yang paling utama yang diperlukan adalah jaminan dari pemerintah untuk memberikan kepastian hukum, bukan insentif berupa pemotongan pajak, tax hollidays, yang justru bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Karena itulah seluruh fasilitas yang diberikan menurut undang-undang ini disampaikan sebagai pilihan, artinya pemerintah dapat memberikan sejuah hal tersebut sejalan dengan poloitik investasi. Adapun politik investasi yang ditegaskan dalam undang-undang ini adalah politik yang mendorong kegiatan penanaman modal untuk dikaitkan dengan kebijakan mengatasi pengangguran, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong keterkaitan dengan pelaku ekonomi kerakyatan dan memperbesar nilai tambah bagi integrasi vertikal dan horisontal yang memperkuat daya saing perekonomian nasional. Politik investasi juga berpihak kepada daerah-daerah yagn tertinggal dan daerah dengan infrastruktur terbatas, sehingga desain fasilitas harus memerhatikan prinsip efisiensi berkeadilan dan keseimbangan kemajuan serta kesatuan ekonomi nasional.

Sidang yang terhormat,

Selanjutnya, perkenankanlah Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyampaikan beberapa catatan aas hasil pembahasan RUU Penanaman Modal tersebut:

Pertama, harus disadari bahwa hasil akhir dari RUU Penanaman Modal tersebut masih menimbulkan pro dan kontra, baik dikalngan masyarakat, pelaku usaha, antar komisi di DPR-RI dan diantara jajaran pemerintah sendiri. Hal ini menunjukkan luasnya implikasi undang-undang tersebut dan juga sebagai tanggapan atas pengalaman buruk UU No.1 tahun 1967 yang membawa krusakan politik, sosial, budaya dan kerusakan ekonomi ditengah pengorbanan atas pengurasan kekayaan alam secara luar biasa demi kepentingan penanam modal asing.

Kedua, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyadari bahwa ketentuan berkaitan dengan kejahatan korporasi, batasan kepemilikan asing, hak negara untuk melakukan nasionalisasi atas praktek penanaman modal yang mengingkari semangat Pembukaan dan Pasl 33 UU 1945, dan ketentuan bidang usaha yang terbuka dan tertutup bagi penanam modal asing menimbulkan ketidakpuasan banyak pihak. Realitas peta kekuatan politik di DPR-RI akhirnya menjadikan undang-undang ini sebagai ”bentuk kompromi” sambil menunggu pemimpin nasional yang berani mengatakan TIDAK atas tekanan internasional. Sebab ketika Blok Cepu yang kaya minyak diberikan kepada ExxonMobil bukan kepada Pertamina dan ketika pemimpin bangsa ini lebih suka membeli beras dari petani Vietnam dan Thailand dibandingkan melakukan ”penanaman modal” bagi petani Indonesia, maka akar persoalan penanaman modal untuk kedaulatan ekonomi lebih ditentukan oleh leadership dan nasionalisme dari pemimpin nasionalnya, bukan semata pada undang-undangnya. Statement ini sejalan dengan ungkapan para bijak yang mengatakan bahwa kualitas pemimpin yang baik dengan UU yang buruk masih lebih baik daripada pemimpin yang lemah dengan undang-undang yang baik.

Ketiga, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyesalkan penolakan pemerintah dan fraksi lainnya terhadap usulan Fraksi PDI Perjuangn DPR-RI yang mengatur kewajiban pemerintah untuk melakukan penuntutan terhadap penanam modal yang berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan telah mengakibatkan kerugian negara. Karena itulah kami memberikan minerheids nota terhadap penjelasan atas pasal 33 ayat 3 yang menolak ketentuan kewajiban pemerintah untuk wajib melakukan penuntutan atas kejahatan korporasi khususnya bagi kegiatan penanaman modal di sumber daya alam tak terbarukan.

Keempat, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyadari bahwa undang-undang ini menjadi skala prioritas bahkan sering dipersepsikan oleh pemerintah sebagai bagian ”ramuan obat mujarab” investasi. Kondisi ini menyebabkan proses pembahasan menjadi tergesa-gesa dan mengesankan kuatnya ”politik kejar tayang”.

Sidang yang terhormat,

Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menemukan adanya kelemahan ditinjau dari aspek mekanisme pembahasan rancangan undang-undang dimana hanya rapat kerja yang bersifat terbuka, sedangkan pembahasan substansi pokok yang sebagian besar dilakukan di rapat panitia kerja, rapat tim perumus dan rapat tim sinkronisasi semuanya dinyatakan tertutup. Hal tersebut menjadi penghambat partisipasi publik terutama pada rancangan undang-undang yang menjadi perhatian besar masyarakt. Hal ini sejak awal disadari oleh PDI Perjuangan DPR-RI dengan meminta seluruh rapat-rapat pembahasan undang-undang ini dilakukan secara terbuka. Usulan tersebut tidak mendapatkan dukungan dari fraksi lain dan pemerintah.

Apa yang dikhawatirkan menjadi kenyataan. Setelah rancangan undang-undang tersebut dinyatakan selesai pada pembahasan tingkat I, ternyata publik memberikan respon penolakan yang cukup kuat, khususnya terhadap ketentuan yang mengatur fasilitas atas tananh.

Sidang yang terhormat,

Dari semula Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI tidak sepakat terhadap pasal 22 ayat 1. Pemerintah berulang kali menjelaskan bahwa ketentuan tersebut sebagai terobosan hukum sehingga hak atas tanah yang dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus. Menurut Pemerintah ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan ketentuan menyangkut HGU 95 tahun merupakan hal yang sudah berjalan berdasarkan peraturan-peraturan dibidang pertanahan.

Meskipun demikian, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI menyadari bahwa tanah merupakan persoalan yang sangat sensitif dan memiliki domain politik yang tinggi. Karena itulah dimasukan persyaratan bersifat akumulatif yang harus memenuhi kriteria penanam modal dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang lebih berdaya saing; investasi yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang; investasi yang tidak memerlukan area yang luas; investasi yang menggunakan hak atas tanah negara dan investasi yang tidak menganggu rasa keadilan masayarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

Setelah Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI melakukan uji publik pada tanggal 28 Maret 2007 dan dilanjutkan dengan konsultasi dengan pakar hukum di bidang agraria ternyata apa yang disampaikan pemerintah tidak memiliki landasan hukum.

Pimpinan, Anggota Dewan dan wakil Pemerintah yang kami hormati,

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI dengan ini menyatakan: meminta Rapat Paripurna DPR-RI agar menunda pengesahan rancangan undang-undang penanaman modal ini. Penundaan tersebut dimaksudkan untuk memeriksa kembali kebenaran landasan hukum Hak Guna Usaha, Hak Guna Bagunan, dan Hak Pakai guna menghindari ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini penting untuk menciptakan iklilm penanaman modal yang kondusif tanpa mengorbankan prinsip-prinsip kedaulatan[X1] .

Pimpinan, Anggota Dewan dan wakil Pemerintah yang kami hormati,

Kami sungguh menghargai kerjasama yang telah terjalin dan kuatnya kemauan mewujudkan mekanisme demokrasi meskipun masih sering terjecbak pada mekanisme prosedural semata. Sejarahlah yang akan mencatat, apakah keputusan politik ini akan mengubah sistem perekonomian Indonesia agar semakin berkeadilan sosial dan semakin meningkatkan kesejahteraan rakyat atau justru semakin menjadi bagian dari jejaring korporasi global dengan kekuasaan yang kian tak terbatas.

Semoga cita-cita dan pengorbanan para founding fathers dapat kita jadikan benteng moral dan integritas kita untuk berbuat yang terbaik bagi Indonesia yang masih menderita dan semakin terbelenggu pada jerat kapitalisme global. JAS MERAH; jangan sekali-kali melupakan sejarah!!!

Pimpinan, Anggota Dewan dan wakil Pemerintah yang kami hormati,

Kami sungguh menghargai kerjasama yang telah terjalin dan kuatnya kemauan mewujudkan mekanisme demokrasi meskipun masih sering terjebak pada mekanisme prosedural semata. Sejarahlah yang akan mencatat, apakah keputusan politik ini akan merobah sistem perekonomian Indonesia agar semakin berkeadilan sosial dan semakin meningkatkan kesejahteraan rakyat ATAU justru semakin menjadi bagian dari jejaring korporasi global dengan kekuasaan yang kian tak terbatas. Sebelum undang-undang ini disahkan, hendaknya dengan penuh kearifan, kita membuka mata hati dan telingga kita serta merenungkan kembali sejarah terwujudnya kemerdekaan Indonesia yang sarat dengan perjuangan. Cita-cita dan pengorbanan para founding fathers seharusnya menjadi benteng moral dan integritas kita untuk berbuat yang terbaik bagi Indonesia yang masih menderita dan semakin terbelenggu pada jerat kapitalisme global. Jangan sekali-kali melupakan sejarah!!!

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

MERDEKA !!!

Jakarta, 29 Maret 2007

PIMPINAN FRAKSI VPARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

TTD TTD

TJAHJO KUMOLO JACOBUS K. MAYONG PADANG

Ketua Sekretaris

Catatan realitas di Sidang Paripurna: saat pembacaaannya Aria Bima (secara lisan) menyampaikan apabila diputuskan hari ini, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI tidak ikut dalam pengambilan keputusan.

 

 


[X1]Didalam pembacaaannya Aria Bima menyampaikan apabila diputuskan hari ini, Fraksi PDI Perjuangan DPR-RI tidak ikut dalam pengambilan keputusan.

NILAI TUKAR PETANI

July 26, 2007

– Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan selama April 2007 nilai tukar petani (NTP) secara nasional mengalami penurunan sebesar 3,22% dibanding bulan sebelumnya.

– Berdasarkan pantauan di 23 provinsi terlihat pada Maret 2007 NTP mencapai 109,03 namun pada April 2007 turun menjadi 105,51.

– Penurunan NTP tersebut disebabkan indeks harga yang diterima petani mengalami penurunan 3,91% sementara indeks harga yang dibayarkan petani naik 0,72%

– NTP menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani.

– Kenaikan NTP tertinggi pada April 2007 terjadi di Provinsi Riau yakni mencapai 7,41% karena harga produsen getah tebal naik 8,26%.

-Penurunan NTP terbesar terjadi di Provinsi Jawa Barat mencapai 8,66% karena harga produsen gabah kering giling IR64 turun 9,08%. (*)

sumber: Investor Daily, 3 Juli 2007

Kamis, 12 Juli 2007

Produk hukum
Penerbitan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 Dipertanyakan

Jakarta, Kompas – Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu Nomor 1 Tahun 2007 dipertanyakan kalangan DPR. Sebab, Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia atau KEKI tak seharusnya diatur dengan perpu, melainkan dengan undang-undang.

Anggota Komisi VI DPR, Nusron Wahid, di Jakarta, Rabu (11/7), mengemukakan, “Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah maupun Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2007, KEKI diatur melalui UU.”

Anggota Fraksi Partai Golkar (F-PG) DPR itu menambahkan, program Legislasi Nasional belum mengagendakan perubahan UU Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi UU. Tetapi, ternyata pemerintah mengeluarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2007 yang merevisi UU No 36/2000.

Diingatkan Nusron, perpu juga dikeluarkan untuk keadaan genting atau memaksa. Kondisi itu saat ini tidak ada dan Komisi VI belum pernah membahasnya.

Sedangkan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Hasto Kristiyanto, menegaskan, fraksinya akan memelopori penolakan terhadap Perpu No 1/2007 karena melenceng dari amanat demokrasi ekonomi serta menyalahi UU Penanaman Modal yang mensyaratkan KEKI harus ditetapkan dengan UU. Perpu No 1/2007 memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menetapkan pembentukan KEKI cukup dengan peraturan pemerintah.

Kewenangan itu merupakan satu-satunya perubahan substansial Perpu No 1/2007 terhadap UU No 36/2000. Sebelumnya, UU No 36/2000 menegaskan, KEKI hanya bisa dibentuk dengan UU. Perpu itu ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 4 Juni lalu.

Menurut Hasto, perpu itu menunjukkan ketidakjelasan politik ekonomi pemerintah. (sut/day)

Jumat, 30 Maret 2007 Kompas

UU investasi
Aturan Pelaksanaan Segera Diselesaikan

Jakarta, Kompas – Pemerintah segera menyelesaikan peraturan-peraturan turunan Undang-Undang Penanaman Modal disahkan dalam Sidang Paripurna DPR di Jakarta, Kamis (29/3). Delapan fraksi setuju mengesahkan UU tersebut, dua lainnya tidak setuju.

Parlemen dan pemerintah mengklaim Undang-Undang Penanaman Modal tetap mengedepankan kepentingan nasional dengan 17 pasal yang mengatur rambu dan sanksi untuk mengawasi investor.

“Dalam undang-undang ini ada fasilitas fiskal, kemudahan pelayanan hak atas tanah, kemudahan pelayanan keimigrasian, dan kemudahan pelayanan perizinan impor. Itu adalah hal-hal yang secara pokok kami bisa sampaikan. Tetapi dalam semua pasal ada rambu-rambu dan pagar untuk menjaga kepentingan nasional,” kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu seusai sidang.

Rambu-rambu yang dimaksud adalah kriteria bidang usaha yang tertutup, terbuka dengan syarat, dan terbuka. Kriteria tersebut disusun berdasarkan definisi kepentingan nasional, yaitu ketahanan dan keamanan nasional, kesehatan, moral, pengembangan usaha mikro dan kecil, partisipasi modal dalam negeri, peningkatan kapasitas teknologi, serta perlindungan sumber daya alam.

Selanjutnya, pemerintah berharap dalam waktu dekat akan menyelesaikan beberapa peraturan pelaksanaan yang secara paralel sudah disiapkan bersamaan pengajuan RUU Penanaman Modal. Misalnya, Peraturan Presiden tentang Kriteria dan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan serta Peraturan Presiden tentang Tata Cara dan Pelaksanaan Terpadu. Juga Peraturan Presiden tentang Tata Cara Penanaman Modal, dan Peraturan Presiden tentang Tata Cara Pelayanan Terpadu.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 mengenai kewenangan pemerintah pusat dan daerah juga dimasukkan sebagai salah satu aturan pelaksana UU Penanaman Modal. Itu karena sebagian kewenangan mengenai penanaman modal akan diserahkan kepada pemerintah daerah.

Pemerintah pusat akan mengurus investasi berdasarkan asas eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. Eksternalitas adalah jika investasi terjadi lintas batas daerah atau dampaknya bisa mengenai daerah tetangga lokasi investasi.

Sementara Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sudah mulai berlaku sejak 1 Januari 2007. Saat ini, satu-satunya aturan pelaksanaan yang belum dibahas adalah Peraturan pemerintah tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang memang harus menunggu pengesahan UU Penanaman Modal. Dalam UU, BKOM bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Amanat Nasional Didik J Rachbini mengatakan, kontrol dan sanksi diatur dalam 17 pasal undang-undang ini. Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran undang-undang ini melalaikan kepentingan nasional.”

Undang-undang Penanaman Modal terdiri dari 18 bab dengan 40 pasal. Soal sanksi secara eksplisit diatur pada Pasal 33 dan 34, sedangkan sanksi yang lain tersebar dalam pasal-pasal mengenai fasilitas dan insentif.

Ricuh

Sidang Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhamin Iskandar tersebut sempat diwarnai kericuhan. Fraksi PKB dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menuntut agar sidang pengesahan ditunda karena masih ada substansi yang belum selesai dibahas.

Substansi tersebut adalah soal izin hak guna usaha (HGU) lahan selama 95 tahun di depan yang dipandang merugikan rakyat. Namun, delapan fraksi lainnya menyepakati agar Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal tetap disahkan sebagai undang-undang.

Seluruh Anggota Fraksi PDI-P bahkan memutuskan meninggalkan ruang sidang. Anggota Fraksi PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, PDI-P tetap melihat banyak hal positif dalam UU ini. Fraksi PDIP juga tidak anti investasi. Namun, timnya yang bertemu dengan pejabat Badan Pertanahan Negara dan ahli hukum agraria tidak menemukan dasar hukum yang memuat “dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 tahun untuk HGU”.

“Penjelasan ahli hukum pemerintah bahwa ada PP yang mengatur perpanjangan dimuka sekaligus, ternyata tidak ada. Karena itu, demi menghindari ketidakadilan baru atas hak tanah untuk rakyat maka kami menolak pemberian hak tanah yang bertentangan Undang-Undang Pokok Agraria,” katanya. (ham)